Di balik jeruji ada dedikasi

 

Seorang guru hebat biasa dipanggil Bu Iqoh mengabdi di yayasan Al Baqoroh sebuah yayasan yang didirikan oleh kelompok HIMAZHAR, yaitu kelompok alumni perguruan tinggi Al Azhar Kairo Mesir yang berasal dari Indonesia. Beliau lulusan dari sebuah perguruan tinggi swasta yang berada di wilayah perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur bagian pantura. Sudah cukup lama pengabdiannya di yayasan itu, kurang lebih selama 15 tahun, sebuah pengabdian panjang dan mendapat predikat guru tetap yayasan. Pada tahun pelajaran 2019/2020, Beliau mendapat tugas menjadi Guru Kelas VB SD Islam di bawah naungan yayasan Al Baqoroh.

Di hari pegabdiannya yang genap ke-16, Bu Iqoh mendapatkan sebuah anugerah untuk mengikuti seleksi calon kepala sekolah di yayasan Al Baqoroh untuk jenjang SD. Ada 5 guru tetap yayasan yang menjadi kandidat calon kepala sekolah, berdasarkan usulan pimpinan yayasan. Adapun unsur yang dinilai dari kandidat calon kepala sekolah meliputi: dedikasi, kompetensi, loyalitas, karakter dan masa pengabdian. Setelah mengikuti tahapan seleksi yang dinilai oleh praktisi pendidikan, beliau mendapat skor tertinggi dari 5 guru yang diberi kesempatan mengikuti seleksi. Maka dari itu, Bu Iqoh ditetapkan sebagai Kepala Sekolah terpilih untuk mengelola SD Islam Al Baqoroh pada masa bakti 5 tahun ke depan.

Bertepatan dengan peringatan tahun baru hijriyah, pada tanggal 1 Muharrom, pihak yayasan mengadakan pelantikan Kepala Sekolah untuk semua jenjang secara seremonial. Meskipun masa pandemi covid 19, pihak yayasan tetap mengadakan acara pelantikan secara terbuka dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Acara pelantikan dilakukan dengan upacara di halaman terbuka di lingkungan yayasan dan dihadiri oleh segenap pimpinan yayasan, guru-guru dan semua siswa dari PAUD, SD, SMP dan SMA. Pelantikan dilakukan serentak untuk semua jenjang dan berjalan lancar dalam waktu yang tidak terlalu lama.  

Hari berikutnya diadakan serah terima jabatan atau sertijab Kepala Sekolah di masing-masing jenjang. Di jenjang SD diadakan sertijab antara Pak Dien dengan Bu Iqoh. Acara dimulai pukul 08.00 WIB. Acara sertijab disaksikan oleh staf yayasan bagian jenjang SD dan segenap guru dan tenaga kependidikan di SD Islam Al Baqoroh. Sebagai Kepala Sekolah baru, Bu Iqoh disilahkan maju ke podium untuk menerima penyerahan simbolis jabatan Kepala Sekolah. Sorakan meriah pun diberikan oleh hadirin mengiringi langkah Bu Iqoh dengan penuh wibawa maju ke podium. untuk menerima simbol jabatan Kepala Sekolah dari pejabat lama, yaitu Pak Dien.

Kejadian yang tak terduga muncul, ketika pak Dien selaku Kepala Sekolah lama hendak memberikan sambutan dan kata pamit sebagai pimpinan. Pak Hasna mengajukan interupsi dengan lantangnya memberontak acara sertijab. Beliau meminta untuk menghentikan penyerahan jabatan karena menurutnya Bu Iqoh tidak berhak menerima jabatan Kepala Sekolah. Pak Hasna memasuki ruang serah terima jabatan dengan dibuntuti beberapa aparat kepolisian.

Pak Hasna dengan gelora demokrasinya, menyerahkan beberapa lembar bukti yang mengarah pada tuduhan Bu Iqoh telah melakukan korupsi dana BOS di yayasan Al Baqoroh. Sebagai bendahara untuk SD Islam Al Baqoroh, Bu Iqoh tak mampu mengelak karena semua bukti sangat valid menurut hasil penyidikan pihak berwenang. Hari yang seharusnya bahagia bagi Bu Iqoh berubah menjadi hari paling suram dalam sejarah hidupnya. Namun demikian, para guru  dan tenaga kependidikan yang lain tak percaya akan kejadian ini. Orang sejujur Bu Iqoh melakukan korupsi, hal yang sekeji itu dan merugikan yayasan hingga ratusan juta. Padahal setiap hari, Bu Iqoh selalu menjadi cerminan, panutan dan teladan bagi mereka.

Bu Iqoh berulangkali meyakinkan kepada warga yayasan, khususnya warga SD Islam Al Baqoroh tidak melakukan semua yang dituduhkan kepadanya. Bukannya menerima begitu saja, sebenarnya dalam dirinya berontak sejadi-jadinya, namun sudah terlanjur banyak yang menghakimi dirinya karena ada bukti yang cukup kuat sebagai pelaku. Akhirnya beliau hanya bisa pasrah dan tidak melakukan pemberontakan dengan pernyataan pak Hasna terhadap dirinya. Hanya satu harapan dan doanya agar semua yang dituduhkan Pak Hasna tidak terbukti dan salah sasaran. Beliau yakin kalau dirinya hanya menjadi korban fitnah.

Masuklah Bu Iqoh ke dalam ruangan berjeruji besi di rumah tahanan khusus perempuan dengan lapang dada. Beliau dengan terpaksa menanggalkan jabatan Kepala Sekolah yang seharusnya diraih pada saat itu. Sebuah perjalanan yang cukup berliku sedang dihadapi Bu Iqoh. Semua predikat beliau tinggalkan begitu memasuki ruang berjeruji besi dan menetap di sana untuk beberapa waktu. Ada satu hal yang membuatnya tidak tenang selama menjadi penghuni ruang berjeruji besi, yaitu tugas membimbing siswa dalam rangka mengikuti Lomba Cerdas Cermat atau LCC yang sudah memasuki tingkat provinsi.

LCC untuk jenjang SD di tingkat provinsi tak terasa tinggal satu bulan lagi. Lomba yang sangat bergenre untuk meningkatkan akreditasi sekolah maupun nama baik sekolah harus diikuti oleh SD Islam Al Baqoroh. Pihak sekolah telah mempersiapkan delegasi LCC tingkat provinsi tersebut sedari awal tahun. Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa yang nantinya akan mewakili sekolahnya maju ke tingkat provinsi. Selama ini, mereka dibimbing oleh Bu Iqoh dengan penuh kesabaran dan menunjukkan pribadi yang kokoh dan berwawasan luas. Yang tidak bisa dilupakan dengan mudah oleh siswa, karakter Bu Iqoh yang mampu menjadi sosok mother of parent bagi mereka.

Seiring berjalannya waktu yang semakin dekat menuju perlombaan, ketiga siswa yang didaulat mewakili SD Islam Al Baqoroh, yaitu Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa menunjukkan sikap yang kurang bersemangat atau semakin lesu. Mereka yang setiap harinya biasa belajar didampingi Bu Iqoh yang serba sabar, berpengetahuan luas kini seakan kehilangan semangat. Setiap diminta untuk belajar di luar jam pelajaran, mereka selalu beralasan untuk tidak hadir. Jika hadir mereka hanya diam seribu bahasa alias tidak membuka materi sama sekali.

Sepeninggal Bu Iqoh yang menjadi tahanan, tongkat pembimbingan dilanjutkan oleh Bu Ayang yang bertugas menjadi guru kelas VC SD Islam Al Baqoroh. Semenjak saat itulah, Ihda, Tiyasna dan Tsalitsa mendapatkan guru pendamping baru yakni Bu Ayang sebagai pengganti Bu Iqoh. Meskipun Bu Ayang merupakan salah satu guru terbaik dalam bidang intelektual, namun Bu Ayang tidak bisa menjalankan peran Bu Iqoh di depan mereka bertiga, sehingga mereka merasa kesulitan, kejenuhan, terbebani dan akhirnya mereka mengundurkan diri dari LCC. Bu Ayang pun melakukan pendekatan terhadap ketiga anak tersebut dan mencari tahu latar belakang ketiga anak tersebut sehingga mereka mengundurkan diri untuk menjadi wakil sekolah dalam LCC yang sejak awal tahun mereka perjuangkan bersama-sama.

Benar dugaan Bu Ayang, semangat mereka telah pergi mengikuti jejak kepergian Bu Iqoh dari sekolah ini. Bu Ayang memohon kepada Pak Dien sebagai Kepala Sekolah untuk mengatasi masalah mereka bertiga. Akhrinya Pak Dien membuat kesepakatan bersama mereka bertiga agar mereka tetap berkenan untuk megikuti LCC yang sangat bergenre itu. Pak Dien bersama Bu Ayang mengajak Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa menengok Bu Iqoh di Rumah Tahanan kelas II A khusus perempuan yang berada di kota kabupaten.

Merekapun masuk ke dalam gedung megah yang menjulang tinggi dengan warna cat dasar coklat dan menapaki lorong-lorong dengan terus membuntuti langkah wanita berpostur tegap dengan balutan seragam khas sipir rutan. Di dalam mereka menjumpai beberapa orang yang terpenjara di balik jeruji besi hitam, menapaki taman, kemudian menapaki anak-anak tangga bawah tanah. Akhirnya mereka menemukan sosok Bu Iqoh di balik jeruji besi bagian ujung paling tepi rutan. Ruangannya singup, hening, hanya ada lampu pijar yang setiap harinya tidak pernah mati. Sangat mengenaskan bagi yang baru saja melihat keadaan ruang tahanan. 

Mereka bertiga, Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa berhamburan sambil berteriak keras sekeras petir memanggil dan menemui Bu Iqoh. Alangkah terkejutnya Bu Iqoh melihat anak didiknya datang menghampirinya di ruang petak yang tak semua orang dapat mengunjunginya. Bu Iqoh memastikan kalau kejadian itu tidak sebuah mampi atau hanyalah hayalan semata. Mereka bertiga sampailah tepat di depan Bu Iqoh, kemudian mereka berebut tangan Bu Iqoh untuk berjabat tangan dan berpelukan. Betapa bahagianya Bu Iqoh sebagai guru atas kedatangan mereka. Pada gilirannya mereka bersama Bu Ayang dan Pak Dien ngobrol santai di dalam ruang berjeruji besi.

Semua yang datang menjenguk Bu Iqoh di Rutan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan karena keadaan beliau bertambah baik di sana, terlebih ketika mereka berkenan menjenguknya. Mereka mengutarakan maksud kedatangannya di sana memang sengaja membawa snak-anak untuk sekedar bertemu Bu Iqoh dan sekedar mewakili teman guru lain untuk melihat keadaan Bu Iqoh selama di sana. Waktu besuk pun telah selesai dan akhirnya terjadilah kesepakatan antara Bu Ayang dan Bu Iqoh untuk tetap membimbing siswa yang mewakili LCC dari SD Islam Al Baqoroh.

Setiap hari setelah kegiatan pembelajaran selesai, Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa tidak langsung pulang ke rumah mereka masing-masing, melainkan pergi bersama Bu Ayang menemui Bu Iqoh yang sedang menantinya di balik jeruji besi. Dengan senang hati, Bu Iqoh siap menerima dan memberikan bimbingan kepada mereka bertiga setiap hari. Bahkan di hari jumat, mereka rela hari liburnya seharian berada di penjara bawah tanah yang sangat singup itu. Angkutan antardesa menjadi perantara mereka bertiga untuk bertemu guru pendampingnya. Ketika tiba waktunya senja, mereka baru melangkahkan kakinya ke rumahnya masing-masing.

Mereka bertiga tidak sendirian mengahadap ke Bu Iqoh, melainkan tetap di dampingi oleh Bu Ayang. Suasana pembelajaran pun tetap terkondisikan, dan lingkungan di balik jeruji besi ternyata mendukung penuh dengan adanya kegiatan pembelajaran di dalamnya. Ruangan yang singup dan ramai dengan percakapan antarnapi, seketika berubah menjadi hening setiap kedatangan Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa. Mereka sengaja mengheningkan ruangan untuk mendukung sepenuhnya proses pembelajaran, bahkan beberapa di antara para tahanan ada yang turut belajar bersama mereka. Sesekali candaan turut hadir di antara mereka, sehingga dalam sel jeruji besi tersebut membuat mereka merasakan kenyamanan melebihi ruangan kelas mereka yang tergolong elite.

Matahari semakin meninggikan kedudukannya, pancaran cahayanya semakin terasa di lapisan kulit para peserta LCC yang sedang mengikuti acara pembukaan lomba di halaman gedung perlombaan di ibu kota provinsi. Para peserta tidak ketinggalan memakai masker sebagai bentuk kepatuhan pada protokoler kesehatan. Tepat pukul 08.30 WIB merkera digiring memasuki aula perlombaan dan disambut dinginnya AC sangat terasa di kulit yang masih hangat lantaran tersengat sinar matahari beberapa menit yang lalu. Ihda, Tiyasna, dan Tslitsa telah menduduki kursi bagiannya. Mereka celingukan mengedarkan pandangan ke seluruh pojok ruangan untuk mencari seseorang. Namun sorot mata mereka tidak menangkap orang yang sedang dicarinya. Mereka hanya menemukan sosok Kepala Sekolah, dan Bu Ayang di balik dinding kaca pembatas ruangan. Mereka saling bertatap pandangan, memberi isyarat kalau tidak menemukan sosok yang mereka nantikan. Seketika semangat mereka layu bak bunga yang akarnya telah lama tidak merasakan air.

Tepat pukul 09.00 WIB LCC di mulai. Suasana ruangan hening, karena tidak diperkenankan ada suara selain dari panitia, dewan juri, maupun peserrta lomba yang hendak menjawab pertanyaan. Mereka yang menjadi supporter berada di luar ruang dan cukup melihat dari balik dinding kaca. Sehingga hanya kepala para suopoorter yang nampak dari para peserta. Para supporter hanya bisa mengacungkan tangan atau jari untuk memberikan semangat pada anak didiknya bila kebetulan bertatap muka yang dibatasi oleh dinding kaca.

Babak pertama di mulai dengan berebut jawaban dan tim SD Islam Al Baqoroh mendapatkan skor yang terbilang sedikit. Mereka tampak lesu melihat skor mereka yang sedikit, bahkan sejenak merasakan patah arang. Kebetulan Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa melihat kembali para supporter yang ada di balik dinding kaca. Dia menemuka tiga sosok pria dengan topi hitam berjas hitam, bercelana hitam, dan memakai masker hitam, salah satu pria tersebut membawa tulisanSemangat, Nak. kalian berhak mendapat juara”.  Kalimat tersebut persis dengan fatwa yang setiap hari mereka dengar sewaktu belajar di rumah tahanan.

Ihda, Tiyasna, dan Tslitsa tersenyum bahagia. Tanpa menunggu perintah, semangatnya langsung tumbuh dan mengikuti perlombaan dengan antusias. Soal demi soal berhasil mereka luluhkan hingga babak final. Kebahagiaan semakin membuncah dari wajah Ihda, Tiyasna, dan Tslitsa ketika mendengar nama timnya dinobatkan sebagai juara pertama. Tidak hanya mereka, seluruh warga penghuni sekolahan di pagi hingga sore hari turut bahagia atas kemenangan yang diraih oleh Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa. Tak ketinggalan juga Bu Iqoh beserta penghuni Rutan khusus perempuan yang setiap harinya menyaksikan kegigihan mereka bertiga.

Kepala sekolah mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi dedikasi Bu Iqoh bersama anak didiknya sewaktu upacara penyambutan kedatangan Ihda, Tiyasna, dan Tsalitsa. Bu Ayang turut naik podium lalu menjelaskan kepada seluruh warga yayasan Al Baqoroh, terutama jenjang SD bahwa selama ini dedikasi Bu Iqoh di balik jeruji besi yang mendampingi proses sangat terjal yang dilalui Ihda, Tiyasna, dan Tslitsa. Semuanya terperangah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Bu Ayang dan mereka semakin heran ketika Bu Ayang mengajak Bu Iqoh memasuki halaman sekolah kemudian mengajaknya naik ke podium.

Hari itu SD Islam Al Baqoroh merayakan dua penyambuutan sekaligus. Pertama penyambutan kedatangan duta sekolah yang telah menyabet juara I LCC tingkat provinsi. Kedua penyambutan kedatangan Bu Iqoh yang baru saja dibebaskan dari rumah tahanan karena terbukti bukan pelaku korupsi melainkan pak Hasna yang telah memalsukan bukti pengelolaan dana BOS. Semua yang hadir bersorak riyang mendengar sambutan Bu Ayang, Atas jasa Bu Iqoh yang penuh dedikasi mengabdikan dirinya untuk yayasan, kini Bu Iqoh resmi dinobatkan sebagai Kepala Sekolah SD Islam Al Baqoroh menggantikan Pak Dien yang sudah habis masa baktinya

 

Comments

Popular posts from this blog

WA Grup untuk pembelajaran daring

Pengalaman Menjadi Guru

Kabar yang Masih Samar