Juara tanpa Mahkota
Hari Jumat pukul 14.00, seperti biasa halaman SD Negeri Gilis sudah dipenuhi oleh siswa yang hendak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Meskipun ada rumor, ada penyerangan virus yang cukup membahayakan, mereka tetap bersemangat mengikuti kegiatan. Beragam kegiatan yang bisa dipilih oleh siswa sesuai dengan kompetensi dan minat masing-masing. Menurut data statistika sekolah, bidang olah raga yang paling banyak diikuti oleh siswa karena ada sejumlah cabang yang diekstrakan. Kegiatan ekstrakurikuler ini diselenggarakan oleh sekolah untuk memenuhi target prestasi dalam berbagai lomba yang diadakan oleh instansi terkait.
Sebagai salah satu guru di SD Negeri Gilis, Pak Brodin mendapat tugas membimbing ekstrakurikuler bidang olah raga. Meskipun bukan guru PJOK mendapat tugas membimbing khusus untuk cabang olah raga sepak takraw. Beliau memiliki beban untuk meloloskan cabang sepak takraw dalam POPDA hingga tingkat yang lebih tinggi bahkan melebihi dari SD tetangga yang sudah langganan lolos ke tingkat kabupaten. Pihak sekolah pun memfasilitasi sarana dan prasarana pendukung bahkan melebihi dari bidang lainnya.
Pada setiap kegiatan ekstra untuk cabang sepak takraw sudah tersedia net dan bola sintetic yang sesuai standar PSTI dengan merk terkenal. Lapangan dibuat sesuai dengan aturan yang berlaku, pun tertata paling rapi dan terkesan sedikit agak mewah. Pokoknya bikin iri hati kepada pembina ekstra bidang lainnya dengan tanggung jawab yang sama. Bagi Pak Brodin, kondisi seperti itu menjadi motivasi tersendiri untuk mencapai prestasi setingi-tingginya. Beliau fokus mencari siswa yang betul-betul kompeten dan berminat pada cabang sepak takraw.
Dalam melaksanakan tugasnya, Pak Brodin melakukan penjaringan minat siswa dari kelas III hingga kelas V untuk mengikuti seleksi internal sekolah. Sering pula beliau melibatkan siswa kelas II untuk pembibitan lebih awal. Siswa mengikuti alur permainan sepak takraw, dari pemanasan, latihan teknik, permainan game dan peregangan atau recovery. Para siswa sangat antusias dan giat dalam berlatih agar terplih menjadi team utama.
Pak Brodin selaku pembimbing selalu memotivasi pada siswa agar serius dalam berlatih sepak takraw. Target pertama dan utama lolos dari kecamatan, kemudian meraih tiket ke tingkat kabupaten. Yang paling dicita-citakan oleh siswa adalah mencapai tingkat provinsi. Di sinilah bayangan siswa yang mayoritas hidup di desa, menjalani hidup di kota walaupun hanya sekejap. Merasakan nikmatnya kemeriahan kota yang tak pernah berhenti dari keramaian.
Dari siswa yang ikut seleksi, terpilih 5 siswa untuk menjadi team utama yang mewakili SD NEGERI Gilis dalam POPDA tingkat Kecamatan. Memanfaatkan waktu dan kesempatan yang masih agak panjang, kelima siswa tersebut fokus latihan sepak takraw. Mereka adalah Jastro, Nizam, Iswanto, Saeroji dan Jasman selalu mencari waktu luang untuk berlatih, tidak harus pada saat kegiatan ekstrakurikuler. Pada waktu istirahat pun dimanfaatkan untuk berlatih permainan game. Minat mereka sangat besar untuk meraih prestasi dan membawa nama baik sekolah sehingga tiada hari tanpa menimang dan mengheading bola.
Jumat sore, pada jam kegiatan ekstrakurikuler mereka berkumpul di halaman sekolah untuk berlatih sepak takraw. Ada kendala yang menghentikan kegiatan mereka, yaitu satu-satunya bola sintetic yang tersisa mengalami kerusakan. Salah satu sisi anyamannya putus dan bola tidak normal untuk digunakan berlatih pemanasan apalagi untuk bermain game. Mereka hanya bisa duduk-duduk di gasebo yang berdiri kokoh di sudut halaman. Mereka mencoba berdiskusi untuk mencari solusi agar bisa berlatih dengan nyaman dan lancar.
Sang Pembimbing larut dalam kebingungan karena fasilitas, terutama bola sintetic sudah habis karena rusak semua. Untuk kali ini, latihan dihentikan sementara sampai ada fasilitas berupa bola baru dari sekolah. Mereka harus bersabar menunggu dari pimpinan sekolah untuk mengeluarkan dana guna membeli bola. Tunggu tinggal tunggu, yang ditunggu-tunggu tidak segera hadir karena untuk mengeluarkan dana sekolah harus melalui proses panjang sesuai aturan atau juknis pengelolaan. Sementara itu, mereka takut dikejar waktu yang terus berjalan merayap di depannya. Pak Brodin sebagai pembimbing menemukan solusi yang spekulatif, yaitu menjahit anyaman yang putus agar bola seperti utuh kembali dan bisa digunakan untuk latihan.
Para siswa team utama terpaksa berlatih sepak takraw dengan menggunakan bola sementara. Mereka menunjukkan sikap sangat hati-hati setiap melakukan latihan timang dan heading bola. Ada keraguan menyusup dalam benak mereka berlima dan kegalauan menyelimuti hati karena merasa tidak mungkin meraih target lolos dalam POPDA. Puncak kegalauan terjadi tatkala bola-bola sementara hancur dan sudah tidak bisa dipakai untuk latihan. Beberapa hari kemudian, mereka benar-benar terhenti dari latihan.
Sebuah keberuntungan bagi siswa team utama karena di Desa Kalongan terdapat banyak kelompok masyarakat yang bermain sepak takraw. Hampir di setiap tanah lapang, dari anak kecil seusia kelas II dan anak seusia kelas III, ada juga siswa yang tidak terpilih menjadi team utama sekolah, anak SMP juga anak SMA bahkan orang dewasa memanfaatkan untuk bermain sepak takraw. Rupanya sepak takraw sudah membudaya bahkan merakyat di lingkungan sekitar. Siswa team utama SD NEGERI Gilis berinisiatif ikut terjun dalam permainan agar tidak hilang kemampuan menguasai teknik dalam bermain sepak takraw.
Pada awal keikutsertaan, mereka berlima sedikit agak kebingungan, selain tidak minta izin kepada Sang Pembimbing, karena memakai bola yang tidak biasa digunakan di sekolah. Masyarakat pada umumnya menggunakan bola yang terbuat dari rotan yang dibeli di sebuah toko olah raga yang berada di kota. Dari sinilah, muncul ide cemerlang dari salah satu siswa tersebut. Ialah bernama Nizam mengungkapkan idenya untuk membuat sendiri bola rotan dan ide disetujui oleh siswa yang lain kemudian bersama-sama meminta izin kepada Pak Brodin. Gayung bersambut, beliau pun mengiyakan usulan dari kelima siswa tersebut.
Pada hari libur umum karena tanggal merah, mereka berlima dan didampingi Pak Brodin bersepeda ria menembus rimbunnya pohon yang tumbuh di tepi jalan menuju hutan. Sampai di pos penjagaan berhenti kemudian menitipkan sepeda di situ. Mereka berenam berjalan menyusuri jalan setapak sambil bersendau gurau sampai di tepi hutan rotan. Mereka segera masuk dan memotongi rotan sesuai dengan ukuran kemudian diikat sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Singkat cerita, mereka sepakat berkumpul di sekolah meskipun libur. Rotan dilepas dari ikatan dan dikumpulkan menjadi satu. Lumayan banyak rotan yang terkumpul andaikan dibuat menjadi bola mendapat sekitar 20 biji. Karena dilandasi minat yang cukup tinggi, siswa-siswa tersebut mengupas dan meraut rotan dan dikeringkan kemudian dianyam menjadi bola takraw. Besar harapan mereka bisa berlatih meskipun dengan bola rotan.
Harapan tinggal harapan karena faktanya mereka tidak bisa menganyam seperti bola pada umumnya. Hasilnya tidak berbentuk bola yang ideal tetapi menjadi semacam gumpalan bulat menyerupai bola. Dalam hati siswa ada tawa karena ketika gumpalan ditimang rasanya hambar dan kelihatan lucu. Gelak tawa pun tak terelakkan keluar begitu saja dari mulut masing-masing. Yang terjadi kemudian tidak latihan tetapi bersendau gurau mempermainkan gumpalan. Mereka baru berhenti ketika Sang Pembimbing datang menghampirinya.
Pak Brodin tertawa kecil ketika memegang bola berbentuk gumpalan. Dilempar ke atas kemudian ditimang dan dicoba heading tampak lucu. Gelak tawa para siswa mengiringi lelucon yang ditampilkan oleh Sang Pembimbing. Kemudian berhenti dan duduk di gasebo untuk menyelesaikan masalah yang cukup serius dan menjadi kendala dalam meraih prestasi. Kali ini, Jastro yang menemukan ide sebagai solusi untuk membuat bola ideal bagi permainan sepak takraw.
Keesokan hari, kelima siswa bersama Pak Brodin kedatangan orang asing yang belum dikenal sama sekali. Beliau biasa dipanggil Pak Joyo, seorang ahli anyaman dari Desa Sukundadapan. Beragam anyaman berbentuk alat rumah tangga dan hiasan yang dijual di pasar-pasar dan di toko kerajinan merupakan produk keterampilannya. Beliaulah yang memasok bola takraw rotan pada toko olah raga di kota yang biasa dibeli masyarakat Desa Kalongan. Beliau adalah paman dari Jastro diminta bantuan tenaga membimbing siswa menganyam untuk membuat bola takraw.
Tak butuh waktu lama, siswa team utama SD NEGERI Gilis sudah bisa membuat bola takraw yang ideal dari bahan baku rotan. Bola-bola hasil olahannya dicoba untuk timangan dan heading, ternyata lebih enak dari pada sebelumnya. Tidak percuma mereka mendatang seorang tokoh yang ahli membuat barang anyaman. Hari berikutnya, mereka dapat berlatih sepak takraw dengan intensitas tinggi meskipun menggunakan bola rotan made in sendiri. Hanya ada satu cita-cita mereka, yaitu lolos hingga ke tingkat provinsi.
Perjuangan masih cukup panjang bagi siswa yang mewakili SD NEGERI Gilis untuk menjadi yang lebik baik dan berprestasi tinggi. Dengan sabar dan tekun Pak Brodin membimbing mereka agar mereka tetap bersemangat meraih cita-cita. Teknik dan taktik serta arahan diterima dengan sepenuh hati dan diselingi intermezzo sehingga siswa team utama tidak tegang. Setiap bola rotan rusak mereka dengan senang hati membuat sendiri bola dari rotan yang sudah terkumpul.
Keberhasilan membuat bola takraw dari rotan menjadikan sebuah pengalaman terindah bagi siswa calon duta olah raga dari SD NEGERI Gilis. Selain bisa berlatih, tiba-tiba muncul ide yang diawali dengan niat mencari rotan di hutan setiap ada kesempatan. Hampir setiap hari libur mereka bersepeda ke hutan untuk mengumpulkan rotan sebanyak-banyaknya. Rotan yang terkumpul dipotong sesuai ukuran dan diraut menjadi halus kemudian dikeringkan di halaman sekolah.
Sambil menunggu rotan kering secara maksimal, mereka menggunakan waktu untuk berlatih ringan melemaskan otot-otot dan mendalami permainan sepak takraw. Sedikit demi sedikit jadilah bola takraw yang cukup banyak, bahkan kalau hanya dipakai untuk latihan saja sudah lebih dari cukup. Ide selanjutnya pun muncul ketika melihat bola lebih dari cukup.
Para siswa team utama SD NEGERI Gilis berniat menjual bola rotan kepada masyarakat umum. Harga bersaing dan diusahakan lebih murah dari pada harga di toko olah raga yang ada di kota. Sekali lagi gayung bersambut dan masyarakat menerima penawaran mereka. Dengan senang hati masyarakat membeli bola produk siswa dengan harga yang lebih murah. Sebagai pembimbing, Pak Brodin sangat bangga terhadap para siswanya. Beliau mengarahkan agar uang hasil penjualan dikumpulkan untuk membeli bola sintetic. Sehingga mereka bisa berlatih secara mandiri tanpa menunggu bantuan fasilitas dari sekolah.
Waktunya POPDA tiba, ada 16 regu yang ikut bersaing di tingkat kecamatan untuk cabang olah raga sepak takraw. Team utama SD NEGERI Gilis berhasil menyisihkan rivalnya dari babak penyisihan dan mencapai final. Di partai final mereka bertemu juara bertahan, SD NEGERI Banyuropoh yang sudah sering lolos ke tingkat kabupaten. Pertandingan berjalan sangat seru karena satu pihak ingin merebut dan pihak lain ingin mempertahankan prestasi. Siswa dari SD NEGERI Gilis berhasil meraih kemenangan 2 set langsung, yaitu 21-14 dan 21-12. Sebuah kemenangan yang besar nilainya karena mereka berhak lolos ke tingkat kabupaten dan menjadi capaian prestasi yang cukup membanggakan sekolah.
Ada peribahasa yang terpatri dalam benak siswa team utama SD NEGERI Gilis, yaitu sekali mendayung dua pulau terlampui. Bersama dengan Pak Brodin, Sang Pembimbing mereka selalu memafaatkan waktu luang untuk berlatih sembari membuat bola takraw dari rotan. Keterampilan ini ditularkan kepada siswa lain yang berminat untuk terampil menganyam dan dapat membuat bola takraw. Menurut pendapat masyarakat umum, bola hasil produk siswa lebih kuat dan anyaman lebih variatif sehingga banyak yang membelinya bahkan melebar hingga pembeli dari luar desa.
Pada akhirnya makna yang termaktub dalam peribahasa tersebut memang dirasakan oleh SD NEGERI Gilis. Memperoleh dua hasil sekaligus dalam satu kegiatan ekstrakurikuler. Di bidang olah raga yang diwakili oleh siswa team utama memperoleh hasil yang membanggakan, yaitu berhasil lolos POPDA hingga ke tingkat provinsi walaupun belum menjadi juara. Di bidang keterampilan, para siswa mampu menganyam rotan dengan pengembangan ragam alat rumah tangga dan aneka hiasan dan tak ketinggalan dapat membuat bola takraw. Pihak sekolah mengapresiasi upaya Pak Brodin sebagai pembimbing ekstrakurikuler.
Muncul ide dalam pikiran Pak Brodin, yaitu mengusulkan ketrampilan anyaman menjadi kurikulum muatan lokal pilihan SD NEGERI Gilis. Selain dilaksanakan dalam ekstrakurikuler, ada jadwal pada hari efektif untuk membelajarkan materi anyaman dan diberikan kepada seluruh siswa di kelas tinggi. Siswa dimotivasi untuk meningkatkan minat dan lebih giat pada latihan sepak takraw agar bisa mempertahankan prestasi, bahkan menjadi juara di tingkat provinsi. Ada rasa bangga menghinggapi batin Sang Pembimbing karena usahanya membimbing siswa tidak sia-sia dan pihak sekolah mengakui keberhasilannya.
Tasyakuran untuk menikmati kesuksesan digelar oleh keluarga besar SD NEGERI Gilis. Seluruh guru, siswa, komite sekolah dan pihak stakeholder menyatu dalam kenikmatan yang tiada tara karena memperoleh prestasi. Kepala Sekolah sangat terharu sekaligus bangga atas keberhasilan siswa-siswanya, beliau mengucapkan banyak terima kasih kepada Sang pembimbing. Pak Brodin sebagai pembimbing diberi kesempatan untuk menyampaikan sekapur sirih. Dalam sambutannya mencetuksan peribahasa baru, yaitu tiada rotan cari di hutan. Keberhasilan yang diperoleh siswa berbasis rotan, yaitu bola takraw dari rotan dan pengembangan keterampilan anyaman juga dari rotan. Kebetulan juga hutan rotan tidak begitu jauh dari Desa Gilis cukup bersepeda dalam waktu tidak lebih dari 30 menit sudah sampai di tempat.
Comments
Post a Comment