Sumpah Pemuda

  Bulan Oktober sebentar lagi akan tiba seluruh warga negara Indonesia semestinya bisa bersuka cita. Setiap tanggal 28 Oktober selalu diadakan upacara atau resepsi peringatan Hari Sumpah Pemuda. Untuk tahun ini, sudah bisa dipastikan upacara Hari Sumpah Pemuda hilang dari peredaran.  Para pemuda dan pelajar serta masyarakat secara umum di seluruh Nusantara tercinta ini tidak bisa menikmati upacara Hari Sumpah Pemuda secara langsung. Semua itu disebabkan oleh virus corona yang masih merajalela dan memakan korban. Semua elemen masyarakat terdampak penyebaran virus corona dan tidak boleh bertatap muka secara langsung.

Suasana menjadi hening di tengah kehidupan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia, di pelosok desa maupun di kota. Di desa tak ada lagi cengkerama warga di halaman rumah. Di kota tidak ada lagi hingar-bingar keramaian lalu lintas manusia dan transportasi. Kondisi tersebut terindikasi karena kebijakan Pemerintah yang menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar atau PSBB. Terhitung sejak bulan Maret lalu, sepanjang wabah corona tidak boleh berjabat tangan, tidak boleh berkerumun dan harus berjaga jarak. Para siswa harus belajar dari rumah bersama orang tua. Para pedagang tidak boleh berjualan di pasar, demikian juga dengan pembeli tidak diizinkan pergi ke pasar. Sedih rasanya melihat kondisi kehidupan masyarakat yang sangat dibatasi pergerakannya dan seakan-akan menjadi lumpuh.

Tujuh bulan berlalu, dengan PSBB memang sedikit mengurangi penyebaran virus corona. Hasil penelitian menunjukkan banyak daerah di Indonesia yang mulai beranjak pada zona hijau dan zona kuning dan wilayah zona merah mulai berkurang. Pemerintah pun mencabut PSBB, semua warga  diizinkan berjualan dan bertransaksi langsung tatap muka. Geliat ekonomi mulai terlihat dengan indikasi: mall, pasar tradisional dan warung-warung mulai dizinkan buka. Terlihat juga siswa-siswi mulai berdatangan ke sekolah, terutama di zona hijau dan kuning. Transportasi mulai berlalu lalang di sepanjang jalan yang menghubungkan antardaerah. Wacana new normal pun mengemuka di permukaan dalam kehidupan masyarakat.

Istilah new normal diartikan sebagai tatanan baru dalam kehidupan yang normal seperti sedia kala sebelum ada virus corona. Kehidupan masyarakat sudah bebas dan tidak ada peraturan yang mengikat dan membatasi warga dalam menjalankan roda kehidupan. Masyarakat pun menyambut dengan suka cita keadaan baru dalam kehidupan sehari-hari. Mereka melakukan segala kegiatan dengan bebas, sekan-akan virus corona sudah tidak ada. Anggapan wabah corona sudah lenyap dari peredaran di permukaan bumi menggema dalam kehidupan masyarakat.

Pemerintah sepertinya membiarkan euforia masyarakat dalam menghadapi new normal. Banyak terjadi kerumunan masyarakat, terlebih di pasar-pasar tradisional. Sudah tidak ada jaga jarak antarwarga dan dengan bebas mereka berkomunikasi tanpa masker. Apalagi hal-hal yang sifatnya mudah disepelekan, seperti cuci tangan tidak lagi dijalankan dengan baik dan rutin. Keadaan pun berubah kembali seperti sebelum penyerangan virus corona. Masyarakat sudah melupakan virus corona yang merenggut nyawa dan melumpuhkan kehidupan masyarakat.      

Fakta di lapangan, virus corona masih memakan korban dan masih terus meningkat saja. Data terakhir mencatat warga yang terpapar virus corona telah melebihi angka 200 ribu. Yang meninggal juga mangalami lonjakan yang cukup tinggi. Bahkan ada satu keluarga, suami istri dan anaknya yang positif terpapar virus corona. Setelah  diswab, mereka tidak boleh berkomunikasi dengan dunia luar karena ada aturan yang mewajibkan setiap orang yang terpapar virus atau reaktif harus isolasi mandiri di rumah. Pada akhirnya, Pemerintah melalui Satgas penanggulangan covid 19 menerapkan protokoler kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

Penerapan protokoler kesehatan berupa kebiasaan: (1) mengenakan masker, (2) cuci tangan dengan sabun atau hand sanitiser, (3) tidak mengadakan kegiatan yang menimbulkan kerumunan dengan tetap menjaga jarak, (4) menerapkan pola hidup sehat dengan: memperbanyak olah raga sebisa mungkin dilakukan di bawah terik matahari langsung dan pola makan yang sehat, dan (5) penyemprotan desinfektan di tempat-tempat yang memungkinkan tersebarnya virus dengan mudah. Kelima poin tersebut, diterapkan dengan ketat terhadap warga, bahkan telah dibuat regulasi yang di dalamnya memuat sanksi bagi warga yang melanggar. Sanksi diberikan untuk membuat efek jera kepada warga agar tetap mematuhi protokoler kesehatan meskipun mengadakan kegiatan di luar rumah. Pengetatan dilakukan dalam upaya memutus rantai penyebaran covid 19. Hanya satu harapan virus corona segera berlalu dari kehidupan bangsa Indonesia.

Pemerintah melalui Satgas Penanggulangan covid 19 yang dibantu oleh Satpol PP, Polisi dan TNI mengadakan razia secara berkala, terutama bagi warga yang tidak memakai masker di tempat umum. Pada awalnya, bagi yang tidak memakai masker diberi teguran dan disuruh pulang. Mereka boleh kembali dengan mengenakan masker. Akan tetapi, fenomena masyarakat tanpa masker semakin meluas dalam kehidupan masyarakat. Warga pergi ke pasar atau ke mana saja sudah tidak mempedulikan masker.

Melihat fenomena pelanggaran protokoler kesehatan, trutama penggunaan masker semakin tinggi, maka razia dilakukan secara rutin. Sanksi juga lebih berat diberikan kepada pelanggar, berupa: menyanyikan lagu wajib nasional, menghafal teks pancasila, atau pertanyaan seputar sejarah Indonesia. Bagi yang tidak dapat menjalankan sanksi tersebut dengan tepat mendapat sanksi lain, yaitu menyapu lingkungan atau sanksi fisik, seperti push up, scot jump dan sanksi lainnya. Petugas tidak pandang bulu, siapa pun dan di mana pun setiap pelanggar dikenakan sanksi.

Pada saat razia, ada saja peristiwa yang cukup menggelitik dan menarik perhatian masyarakat. Beberapa warga yang ketahuan melanggar protokoler kesehatan diberi sanksi menghafal Pancasila dan faktanya mereka banyak yang tidak hafal teks pancasila. Sebuah lelucon juga terjadi karena ada warga yang diberi sanksi mengafal lagu Indonesia Raya, lebih memilih lagu dangdut atau pop. Ada pula yang memilih berjoget dari pada harus push up atau menyapu lingkungan. Petugas razia tetap bersikukuh memberikan sanksi, terutama yang berkenaan dengan sejarah dan bersifat mendidik. Bahkan Pemerintah menerapkan sanksi lebih ketat dengan mendenda pelamggar berupa uang.

Pada hari Rabu Legi, selalu ada razia oleh petugas covid 19 karena bertepatan hari pasaran di Pasar Sarang. Suasana menjadi ramai banyak penjual dan pengunjung pasar yang akan membeli sesuatu. Banyak pula warga berdatangan hanya sekedar berkunjung atau jalan-jalan. Suasana pada hari itu sungguh luar biasa ramainya di Pasar Sarang. Hampir seluruh warga di wilayah Kecamatan Sarang berdatangan, dari luar Kecamatan Sarang pun banyak yang berkunjung.

Tak ketinggalan juga tiga bersaudara dari Desa Nglojo Kecamatan Sarang, yaitu: Ihda, Tiyasna dan Tsalitsa memanfaatkan waktu libur pembelajaran daring untuk jalan-jalan di Pasar Sarang. Mereka bertiga berangkat pukul 09.00 dari rumah seizin kedua orang tuanya. Tak memakan waktu yang lama, dalam waktu kurang lebih 15 menit sampailah di pintu gerbang pasar. Di depan pintu gerbang warga berjubel dan berdesakan untuk masuk dalam pasar. Sayang sungguh disayangkan, yang berkunjung hampir 90% tidak taat protokoler kesehatan. Dengan tenangnya warga masuk ke pasar tanpa mengenakan masker. Nyelonong begitu saja masuk ke dalam pasar tanpa cuci tangan yang disediakan di depan pintu gerbang.

 Ihda membimbing adiknya masuk ke dalam pasar bersama dengan pengunjung lainnya. Akan tetapi, di tengah koridor gerbang pasar mereka bertiga dicegat oleh petugas. Petugas dengan seragam lengkap menghentikan perjalanan mereka. Salah satu dari petugas dengan mengacungkan tongkat menegur mereka bertiga. Mereka bertiga belum sadar ada kesalahan yang telah mereka lakukan. Mereka merasa sudah cuci tangan di depan pintu gerbang tadi bersama dengan pengunjung lainnya. Setelah ditunjukkan oleh petugas, barulah mereka bertiga sadar kalau tidak mengenakan masker. Sesuai dengan aturan, mereka bertiga mendapat sanksi.

Karena bulan ini mendekati bulan Oktober maka sanksi yang diberikan ada kaitannya dengan peringatan hari Sumpah Pemuda. Sanksi yang pertama, salah satu dari mereka bertiga diminta untuk menerangkan riwayat Sumpah Pemuda. Dengan berani Tiyasna menjawab permintaan petugas. Menurut sejarah, Sumpah Pemuda diawali dengan rapat para pemuda dari seluruh Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu para pemuda sepakat untuk bersatu melepaskan diri dari penindasan oleh penjajah kolonial Belanda. Pada saat itu pula para pemuda menyanyikan lagu Indonesia Raya yang diciptakan oleh WR. Supratman. Di akhir rapat para pemuda menggelorakan beberapa butir yang disepakati menjadi janji atau sumpah pemuda.

Sampai di sini petugas meminta Tiyasna berhenti sejenak. Kemudian petugas meminta kepada Tsalitsa untuk mengucapkan butir Sumpah Pemuda sebagai sanksi yang kedua. Dengan lantang, Tsalitsa mengucapkan butirnya yang berbunyi:

Untuk kali ini mereka mendapat apresiasi yang cukup bagus dari para petugas. Ternyata masih ada secuil generasi yang ingat dan hafal tentang riwayat dan butir-butir Sumpah Pemuda. Petugas yang memegang tongkat memberikan acungan jempol kepada mereka bertiga. Kemudian para petugas memberikan sanksi yang ketiga. Sebuah tantangan kepada mereka bertiga untuk menyanyikan lagu nasional yang berjudul “Bangun Pemuda Pemudi”.

Kali ini Ihda sebagai saudara tertua dan belum menjalankan sanksi, dengan tenang dan dengan suara pas-pasan menyanyikan sebait lagu “Bangun Pemuda Pemudi”. Berikut syairnya:




 Para petugas memberikan applaus sambil bertepuk tangan. Ihda tersipu malu karena menyadari suaranya fals dan nadanya juga tidak seirama. Ia menyanyikan lagu asal-asalan, yang terpenting mampu menunjukkan kepada petugas kalau ia masih hafal syairnya. Ia tak peduli syair yang dinyanyikan itu benar atau salah. Mereka bertiga telah menjalankan sanksi sebagai pelanggar protokoler kesehatan di masa pandemi virus corona dan era new nor

Para petugas memberikan hadiah masker yang diproduksi khusus untuk memperingati hari Sumpah Pemuda. Mereka bertiga juga mendapat doorprize dari petugas berupa uang yang menurut mereka lebih dari cukup untuk menikmati suasana Pasar Sarang. Dengan mengenakan masker hadiah dari petugas, mereka bertiga masuk ke dalam pasar. Selain mereka bertiga masih ada banyak warga yang dikenakan sanksi karena melanggar protokoler kesehatan. Pelanggaran yang paling banyak adalah tidak mengenakan masker. Bagi yang mampu menyelesaikan tugas diberi masker.

Di dalam pasar, Ihda, Tiyasna dan Tsalitsa membeli barang-barang sesuai dengan keinginannya masing-masing yang sudah direncanakan dari rumah. Mereka bertiga merasakan ada keunikan dalam kehidupan di pasar tradisional. Jalan-jalan di pasar harus siap berdesak-desakan dengan warga pada hari pasaran. Siap mendengar suara tawar menawar barang jualan antara penjual dan pembeli dengan logat nelayan. Memang kedengarannya bising namun cukup enak juga di telinga. Setelah puas memperoleh barang yang dikehendaki, mereka bertiga pulang.

Sampai di rumah disambut oleh kedua orang tuanya dengan omelan tentang sanksi yang baru diterima di Pasar Sarang. Ada rasa keheranan yang menghinggapi benak mereka. Ternyata kedua orang tua mengetahui kalau mereka bertiga menerima sanksi karena tidak mengenakan masker. Rasa penasaran yang begitu tinggi, menggiring Ihda untuk mencari fakta tentang kedua orang tuanya yang mengetahui kalau dirinya mendapat sanksi di pasar.

Selidik punya selidik, akhirnya mereka bertiga mengetahui bahwa petugas dengan seragam polri dan membawa tongkat itu Kapolsek. Beliau, Bapak Kapolsek sangat kenal dengan ayahnya. Dan beliau paham kalau Ihda, Tiyasna dan Tsalitsa putera dari temannya dulu pada waktu di SPG. Hanya saja mereka bertiga lupa kalau pernah bertemu langsung dengan Bapak Kapolsek, ketika berkunjung di rumahnya pada awal menjalankan tugas. Ketika memberikan sanksi kepada mereka, beliau berkomunikasi dengan ayahnya. Mereka bertiga menyesal karena ceroboh tidak mengikuti protokoler kesehatan dan bikin malu keluarga.

Pada akhirnya, mereka bertiga meminta maaf kepada orang tuanya. Suasana rumah menjadi cerah karena sajian makan siang sudah disiapkan oleh ibunya. Dan lebih mengejutkan lagi bagi mereka bertiga dengan kehadiran Bapak Kapolsek secara tiba-tiba. Beliau lewat di depan rumah untuk mengawal patroli di desa sehingga mampir ke rumahnya. Dan makan siang pun disantap bersama dengan suasana bergembira-ria.

Ihda, Tiyasna dan Tsalitsa berjanji kepada semuanya, akan mengenakan masker hadiah dari petugas yang merazia mereka. Dengan masker sumpah pemuda, mereka akan sepenuhnya mematuhi protokoler kesehatan demi keselamatan jiwanya dan jiwa masyarakat pada umumnya. Dalam hati juga berdoa  “semoga wabah covid-19 segera sirna dan kita bisa merayakan hari sumpah pemuda dengan suka cita”. Aamiin.

Comments

Popular posts from this blog

WA Grup untuk pembelajaran daring

Pengalaman Menjadi Guru

Kabar yang Masih Samar