Terhanyut dalam Pengabdian

Hikmah di balik kepatuhan terhadap orang tua mulai dirasakan oleh Goesbroadin dalam kehidupan barunya setelah lulus sekolah guru. Baru saja kurang lebih 1 minggu diam di rumah sembari menunggu ijazah sekolah guru, sudah ada yang membutuhkan dirinya. Di suatu ketika, dia sedang beristirahat tetiba ada tamu sosok tokoh penting bagi dunia pendidikan. Tamu tersebut ialah seorang pimpinan satuan pendidikan atau Kepala Sekolah di salah satu sekolah dasar di wilayah kecamatan yang biasa disebut serambi mekkahnya Rembang. Kedatangan beliau meminta kepada Goesbroadin untuk bersedia mengabdi di sekolah dasar yang dipimpinnya karena kekurangan guru.

“Ijazah saya belum keluar, Pak.” jawab Goesbroadin datar-datar saja.

“Tak masalah. Yang terpenting, anda bersedia mengabdi, Goes.” sahut Bapak Kepala Sekolah.

“Insyaallah, saya pikir dulu, bapak.” janji Goesbroadin.

 Bapak Kepala Sekolah segera berpamitan sembari berjabat tangan erat dan berpesan pada Goesbroadin untuk datang di sekolah. Beliau sangat menunggu kehadirannya untuk menjadi salah satu guru guna mencukupi kebutuhan guru di sekolah. Sementara itu, bagi pribadi Goesbroadin merupakan sebuah petaka ketika harus menjadi guru di sekolah dasar. Dia bahkan memilih mendaftar menjadi polisi negara tetapi gagal kemudian mendaftar menjadi tentara Angkatan laut juga gagal. Dengan kegagalan menjadi polisi dan tentara dapat mengubah pola pikirnya untuk bersedia mengabdi pada negeri di bidang pendidikan.

“Selamat bergabung di sekolah kami, Goes!” sambut salah seorang guru senior.

“Terima kasih. Mohon bimbingan dari bapak dan ibu guru!” sahut Goesbroadin.

Di awal mengabdi, Goesbroadin mendapat tugas mengampu kelas yang cukup berat, yaitu di kelas V. Dibilang berat karena kelas V, seperti pada umumnya sekolah dasar di sekitar selalu menjadi tumpuan untuk meraih prestasi dalam lomba. Guru yang pegang kelas V bertanggung jawab terhadap keberhasilan anak didiknya. Rasa berat hati menghinggapi batinnya karena tugas pertama serasa berat dipikulnya. Namun apa daya, dia tetap menjalaninya meski dengan tertattih-taih.

“Tidak menjadi masalah bagi kami memang belum berhasil. Tahun depan harus meningkat lebih baik, syukur bisa juara minimal 3 besar lah!” pesan bapak Kepala Sekolah.

Atas motivasi beberapa guru di sekolahnya, Goesbroadin pada akhirnya dapat lebih giat mengikuti proses pembelajaran di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Bahkan dia mampu aktif mengikuti kegiatan guru dengan penuh semangat, misalnya kegiatan olah raga dan seni dan tak ketinggalan mengikuti KKG di gusek. Dia juga mulai rajin melatih anak didiknya untuk persiapan lomba agar mampu meraih prestasi maksimal.

Tak terasa genap sudah 1 tahun, Goesbroadin mengabdi menjadi guru di sekolah dasar. Mulai tampak kompetensi dirinya yang sesunggunya dengan indicator meraih prestasi dalam berbagai lomba meski baru sebatas 3 besar, bahkan ada salah satu siswanya ada yang berhasil mewakili kecamatan maju ke lomba tingkat kabupaten. Begitu pula pada kegiatan ekstrakurikuler, khususnya bidang kepramukaan, diriny terjun sepenuh hati membina anak didik menjadi pramuka garuda. Sering kali dia mengadsakan perkembang sabtu minggu di lingkungan sekolah secara mandiri meski di tingkat kwarran tidak ada perkemahan.

“Sukses, Gies!” ucap salah seorang guru senior.

“Lanjutkan dengan penuh dedikasi dan loyalitas serta tak boleh ketinggalan kerjakan dengan ikhlas!” pesan bapak Kepala Sekolah.

“Eh, ikut porseni PGRI ya, Goes!” pinta salah seorang pengurus PGRI.

Ternyata Goesbroadin punya skill cukup lumayan di bidang olah raga cabang bola voli. Dalam porseni kali ini dirinya mampu membawa PGRI ranting 1 masuk ke final di tingkat cabang. Kemudian untuk cabang senam kesegaran jasmani kelompoknya mampu menjadi juara 1. Untuk cabang sepak bola hanya mampu meraih jura 4 karena semua guru di rantingnya kurang mampu bermain sepak bola. Pada pertandingan bola voli di final, ranting 1 melawan ranting 4 dalam tempo yang cukup ketat karena skor saling mengejar. Dan pada akhirnya ranting 1, di mana Goesbroadin menjadi salah satu atlet andalan meraih kemenangan cukup dramatis sehingga dinobatkan menjadi juara 1.

“Hebat kamu, Goes!” puji salah seorang guru senior.

“Biasa saja, pak.” sahut Goesbroadin bersahaja.

Pelan tapi pasti keresahan hati dapat berubah menjadi keberkahan hati karena mendapat motivasi dari guru-guru di lingkungan. Goesbroadin mulai bersemangat dalam mengabdikan dirinya menjadi guru sekolah dasar. Dirinya sudah merasakan ada beban berat dalam menjalankan tugas harian mendidik anak bangsa di sekolah. Akhirnya dirinya TERHANYUT DALAM PENGABDIAN.

Comments

Popular posts from this blog

WA Grup untuk pembelajaran daring

Pengalaman Menjadi Guru

Kabar yang Masih Samar